Tuesday 26 February 2013

Hukum Bekerja Pada Perusahaan Finance

Assalamu‘alaikum Ustadz, saya mau tanya
bagaimana hukumnya bekerja di perusahaan
finance seperti adira, dll.
Anisa, Jakarta

Sobat Anisa yang dimuliakan Allah SWT, para ulama berpendapat bahwa bekerja pada perusahaan yang melakukan transaksi ribawi seperti bank konvensional dan perusahaan-perusahaan keuangan lainnya dilarang (lihat pendapat: Syaikh bin Baz dalam Kitab Dakwah (1/142-143), Syaikh Muhammad bin al-Utsaimin dari fatwa-fatwanya yang dikumpulkan oleh Asyraf bin Abdul Maqshud (2/307), Fatawa Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmu
dan Fatwa (15/51)), karena bekerja di tempat itu termasuk tolong menolong di atas dosa dan pelanggaran, dan Allah SWT berfirman: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya” (QS. al-Maidah: 2).

Dan sudah jelas bahwa riba termasuk dosa besar maka tidak boleh tolong menolong bersama pelakunya. Dan diriwayatkan dalam hadits shahih dari Rasulullah SAW bahwa beliau mengutuk orang yang memakan riba, yang memberikannya, penulisnya, dan kedua
saksinya dan beliau bersabda: ‘Mereka adalah sama” (HR. Muslim).

Meskipun demikian Dr.Yusuf Al-Qaradawi dalam fatwa-fatwa kontemporernya ketika membahas masalah hukum bekerja di bank konvensional beliau mengatakan dengan pertimbangan bahwa tidak semua bentuk transaksi pada bank konvensional itu haram, maka tidak mengapalah seorang muslim menerima pekerjaan tersebut –meskipun hatinya tidak rela– dengan harapan tata perekonomian akan mengalami perubahan menuju kondisi yang diridhai agama. Memang benar bahwa riba itu haram dan ulama telah sepakat bahwa bunga bank adalah riba yang diharamkan.

Ayat dan hadits tentang itu sudah cukup banyak dan semua sepakat tentang hal itu. Namun, yang kita butuhkan adalah sebuah proses. Dalam hal ini Islam tidak melarang umatnya untuk melakukan perubahan secara bertahap dalam memecahkan setiap permasalahan yang pelik. Cara ini pernah ditempuh Islam ketika mulai mengharamkan khamar, dan lainnya.

Dalam hal ini yang terpenting adalah tekad dan kemauan bersama, apabila tekad itu telah bulat maka jalan pun akan terbuka lebar. Setiap muslim yang mempunyai kepedulian akan hal ini hendaklah bekerja dengan hatinya, lisannya, dan segenap kemampuannya melalui berbagai wasilah (sarana) yang tepat untuk mengembangkan sistem perekonomian yang sesuai dengan ajaran Islam.

Di sisi lain, Islam melarang seseorang melupakan kebutuhan hidup yang oleh para fuqaha diistilahkan telah mencapai tingkatan darurat. Kondisi inilah yang mengharuskan seseorang untuk menerima pekerjaan tersebut sebagai sarana mencari penghidupan dan rezeki, sebagaimana firman Allah SWT: “…Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Baqarah: 173}.

Memang sebaiknya Sobat yang budiman, bila di depan mata ada lowongan pekerjaan lain yang halal dan pasti, maka wajiblah baginya untuk berhenti dari bank konvensional atau perusahaan keuangan lainnya yang mempraktekkan transaksi ribawi. Tapi bila setelah berhenti, keluarganya malah terlantar, tentu ini adalah madharat. Begitu juga dengan ikut menyukseskan perusahaan ribawi adalah madharat. Dalam konteks ada dua madharat yang sama sekali tidak bisa dihindarkan, maka kita diminta untuk memilih yang madharatnya lebih kecil.

1 comment:

  1. yang dimaksud surat al-baqoroh: 173 adalah " sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang di sembelih dengan ( menyebut nama ) selain allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". ayat tersebut tidak terkait dengan kegiatan RIBA. Jadi tetap saja RIBA di haramkan.

    ReplyDelete